REVIEW II JURNAL “PROBLEMATIKA PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PEMBATALAN PERJANJIAN”


PROBLEMATIKA PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PEMBATALAN PERJANJIAN

Nindyo Pramono

Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada

e-mail : nindyopramono@lycos.com

C. Perlindungan Terhadap Pihak Ke-tiga

            Prinsip atau asas umum dalam Hukum Perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1315 KUHPerdata adalah bahwa pada dasarnya perjanjian itu hanya mengikat para pihak sendiri dan tidak mengikat pihak ketiga tanpa persetujuannya.

            Siapakah yang dimaksud dengan pihak ketiga di sini? Di dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata tersebut, tersirat bahwa yang disebut pihak ketiga adalah mereka yang bukan merupakan pihak dalam suatu perjanjian dan juga bukan penerima atau pengoper hak atau rechtsverkrijgenden, baik berdasarkan alas hak umum maupun alas hak khusus. Mengoper berdasarkan alas hak umum adalah mengoper seluruh atau suatu bagian sebanding tertentu dari suatu kekayaan (sekelompok aktiva dan pasiva) seperti mengoper berdasarkan pewarisan ab intestaat atau wasiat pengangkatan waris, berdasarkan percampuran harta dalam perkawinan atau mengoper kekayaan perseroan pada saat pembubarannya.Dalam kaitan dengan perkembangan perjanjian dalam lingkungan bisnis, seringkali terjadi dalam perkara-perkara perdata yang diajukan ke pengadilan, Penggugat tanpa argumen yuridis yang jelas kemudian menyertakan pihak lain atau pihak ketiga dalam gugatannya. Dalam gugatan seperti ini, Penggugat umumnya menuntut penggantian kerugian secara tanggung renteng. Gugatan semacam ini bisa jadi disengaja dengan harapan untuk mendapatkan nilai tawar yang tinggi dalam negosiasi perdamaian. Dalam peristiwa demikian, hakim dituntut untuk secara cermat melihat apakah benar pihak ketiga tersebut memenuhi kriteria yuridis untuk disertakan dalam gugatan dan harus ikut bertanggungjawab atas perjanjian yang di dalamnya ia tidak ikut terlibat. Demikian pula, apakah memang pihak tersebut memiliki tanggung jawab tanggung renteng untuk mengganti kerugian yang didalilkan Penggugat? Adakah hubungan sebab-akibat antara kerugian yang Penggugat tuntut dengan tindakan yang dilakukan Tergugat? Di sini Hakim tidak boleh secara sembrono mengabulkan suatu tuntutan ganti kerugian, di mana pihak ketiga sama sekali tidak menjadi pihak dalam suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1315 jo. Pasal 1340 ayat (2) KUHPerdata, Pihak Ketiga tidak dapat memperoleh hak-hak dari suatu perjanjian (di mana ia bukan merupakan pihak dan bukan orang yang mengoper dari orang yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut), selain dari perkecualian yang diberikan dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yaitu janji untuk pihak ketiga atau derdenbeding.

D. Suatu Peraturan Hukum Tidak Berlaku Retroaktif

            Salah satu ketentuan tentang hapusnya perikatan atau perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1381 KUHPerdata adalah kebatalan dan pembatalan. Di dalam syarat kebatalan terdapat ketidakpastian tentang penggunaan istilah, misalnya undang-undang menyebutkan “batal demi hukum”, tetapi yang dimaksudkan adalah “dapat dibatalkan”. Hal itu dapat kita jumpai dalam Pasal 1446 KUHPerdata, yang mengatakan, “Semua perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah batal demi hukum dan atas penuntutan yang dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.”

            Dalam kaitan dengan permasalahan dalam tulisan ini, sering kali terjadi di dalam praktik salah satu alasan pengajuan pembatalan perjanjian adalah bahwa suatu perjanjian bertentangan dengan undang-undang. Berkaitan dengan alasan pembatalan ini harus dicermati bahwa undang-undang sering kali sudah berubah tanpa diketahui atau dipahami oleh para pihak yang bersengketa maupun “barangkali” juga hakim. Undang-undang itu tidak statis. Undang-undang akan selalu mengalami perubahan mengikuti dinamika politik, sosial, dan ekonomi. Dalam hal ini, apakah perubahan undang-undang dapat menyebabkan suatu perjanjian menjadi batal?. Berdasarkan asas contrarius actusuntuk menyatakan bahwa agar suatu undang-undang dinyatakan tidak berlaku, maka pejabat atau lembaga yang menerbitkan ketentuan atau keputusan tersebutlah yang berwenang untuk membatalkan suatu ketentuan atau keputusan yang telah dibuatnya itu. Asas inilah yang sering disebut sebagai asas retroaktif.

            Berdasarkan asas retroaktif, diajarkan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut. Asas retroaktif ini erat kaitannya dengan asas legalitas demi tercapainya kepastian hukum, keadilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memperkokoh rule of law. Dengan menggunakan pendekatan analogi, maka terhadap perjanjian yang telah dibuat dan ditandatangani secara sah oleh para pihak sebelum dikeluarkannya undang-undang yang baru masih harus diakui tetap sah mengikat para pihak yang membuatnya. Tidak boleh perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah dan mengikat layaknya undang-undang bagi mereka berdasarkan asas pacta sunt servanda, kemudian begitu saja dinyatakan batal atau batal demi hukum karena lahir undang-undang baru yang kemudian mengatur hal yang berbeda dengan yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut.

            Tidak bisa dibayangkan kekacauan yang timbul apabila setiap perjanjian harus diubah untuk mengikuti perubahan undang-undang. Oleh karena itu, suatu perjanjian yang bisa jadi kemudian bertentangan dengan suatu undang-undang namun dibuat sebelum berlakunya undang-undang yang baru tersebut sebenarnya tidak terkena ancaman pembatalan yang diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata. 

E. Harus Dikembalikan kepada Ke-adaan Semula

            Sebagaimana dikemukakan di atas, suatu prinsip dasar hukum perdata kita adalah apabila suatu perjanjian batal demi hukum, posisi hukum para pihak harus dikembalikan kepada keadaan semula, seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah ada.

            Dibutuhkan kejelian dan kecermatan hakim dalam mengambil keputusan batal demi hukum itu. Hakim tidak boleh sekedar menyatakan suatu perjanjian batal demi hukum akan tetapi tidak memerintahkan tindakan-tindakan yang mengembalikan para pihak kepada keadaan semula. Dalam hal ini, hakim tidak boleh terpaku pada petitum-petitum gugatan Penggugat yang umumnya hanya meminta hakim menjatuhkan putusan pembatalan perjanjian demi hukum dengan suatu hukuman pembayaran ganti rugi. Suatu putusan yang dapat berimbas pada kerugian salah satu pihak, jika putusan hakim tidak cermat karena dalil yang dibangun kurang dilandasi pada pengetahuan atau doktrin-doktrin hukum yang banyak dijumpai dalam literatur-literatur hukum.

F. Penutup

            Sebagaimana diajarkan bahwa tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili perkara serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Benar bahwa hakim itu bersikap pasif dalam arti hanya menunggu perkara yang diajukan kepadanya dan tidak aktif men-cari perkara. Asasnya adalah nemo iudex sine actore. Kemudian hakim meneliti perkara dan akhirnya mengadili perkara yang berarti memberi kepada yang ber-kepentingan hak atau hukumnya. Sebelum menjatuhkan putusannya hakim harus memerhatikan serta mengusahakan agar jangan sampai putusan yang akan dijalan-kan nanti malah menimbulkan perkara baru. Putusan harus tuntas dan tidak me-nimbulkan ekor perkara baru, demikian dikatakan Mertokusumo sebagai seorang Guru Besar Ahli Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum UGM, yang sekaligus seorang mantan Hakim Tinggi di Indonesia.

            Dalam pembahasan beberapa sub diatas, mulai dari sub yang menjelaskan tentang perlindungan terhadap pihak ketiga sampai dengan penutup, saya melihat penulis sudah sangat baik dalam menjelaskan permasalahan yang diangkat dalam jurnal ini. Penulis juga memberikan kutipan-kutipan penting yang disertakan refrensi yang jelas dalam tuliasan yang dibuat. Seperti contoh kutipan berikut, “Di dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata tersebut, tersirat bahwa yang disebut pihak ketiga adalah mereka yang bukan merupakan pihak dalam suatu perjanjian dan juga bukan penerima atau pengoper hak atau rechtsverkrijgenden, baik berdasarkan alas hak umum maupun alas hak khusus” dikutip dari Satrio.,op.cit., hlm 90.

            Penulis juga terlihat sangat memahami dengan inti permasalahan yang diangkat mengenai Problematika Putusan Hakim Dalam Perkara Pembatalan Perjanjian. Dapat dilihat dari penjelasan yang sangat terperinci dan sangat jelas di setiap sub nya. Disini penulis memberikan penjelasan awal yang baik dan jelas, lalu penulis juga memberikan beberapa contoh kasus dengan sangat jelas dan mewakili permasalahan yang di angkat, dan penulis juga memberikan rangkuman, kesimpulan dan penutup dengan baik dan terdapat pesan-pesan yang baik dan bisa dijadikan perbaikan atau pembelajaran bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Hajon, M. Philipus dan Tatiek Sri Djatmiati, 2009, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 1982, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
_________, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty. Yogyakarta.
_________, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Liberty, Yogyakarta.
Pramono, Nindyo, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Pitlo, A-Bolweg, M.F.H.J., 1979, Het Ne-derlands Burgerlijk Wetboek, Algemeen Deel Van Het Verbintenissenrecht, Deel III, Achte Druk, Gouda Quint, Arbhem.
Setiawan, R., 1979, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung.
Satrio, J., 2001, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Subekti, R., 1975, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung.
_________, 1990, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.
Widjaja, Gunawan dan Kartini Mulyadi, 2004, Jual Beli, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Vollmar, H.F.A., Inleiding tot de Studie van het Nederlands Burgelijk Recht, diterjemahkan oleh I.S. Adiwimarta, 1984, Pengantar Studi Hukum Perdata II, Rajawali, Jakarta.
 
 
 
Referensi : http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/view/285/140
 
Nama Kelompok Jurnal Hukum Perikatan (2EB16)
1. Dewi komalasari – 21212952
2. Josina Christina – 23212974
3. Marya Yuliana    – 24212469

Tinggalkan komentar